Desain Sistem yang Human-Centered: Mengapa Mahasiswa Sistem Informasi Harus Memahami Psikologi Pengguna?

Surabaya, Juli 2025 – Di dunia digital saat ini, keberhasilan sebuah sistem informasi tidak hanya ditentukan oleh performa teknis atau kompleksitas fiturnya. Justru, faktor manusia — bagaimana pengguna berinteraksi, merasa, dan merespons sistem — menjadi penentu utama apakah sebuah aplikasi akan diterima atau ditinggalkan.

Inilah alasan mengapa konsep human-centered design (HCD) menjadi semakin penting. Dan lebih jauh lagi, pemahaman terhadap psikologi pengguna menjadi modal utama bagi mahasiswa Sistem Informasi yang ingin merancang sistem yang benar-benar digunakan dan disukai.

Human-Centered Design (HCD) adalah pendekatan dalam merancang sistem, aplikasi, atau produk digital dengan memprioritaskan kebutuhan, perilaku, keterbatasan, dan kenyamanan pengguna. Dalam HCD, pengguna bukan sekadar objek uji coba, tetapi menjadi fokus utama dalam setiap tahap pengembangan.

– HCD mencakup prinsip-prinsip seperti:

– Empati terhadap pengguna

– Keterlibatan pengguna sejak tahap awal desain

– Iterasi berdasarkan umpan balik pengguna

– Kemudahan, aksesibilitas, dan kenyamanan

Mengapa Psikologi Pengguna Penting dalam Sistem Informasi?

Mahasiswa Sistem Informasi seringkali berfokus pada arsitektur sistem, integrasi data, dan performa backend. Padahal, pengalaman pengguna (user experience) sangat dipengaruhi oleh aspek psikologis, seperti:

– Kognisi: Bagaimana pengguna memproses informasi dan mengambil keputusan

– Emosi: Bagaimana antarmuka memicu rasa senang, bingung, frustrasi, atau percaya diri

– Kebiasaan: Pola perilaku pengguna saat menggunakan teknologi

– Motivasi: Apa yang membuat pengguna terus menggunakan atau berhenti memakai sistem

Tanpa pemahaman ini, sistem yang dibangun bisa jadi kuat secara teknis, tetapi gagal secara pengguna.

Contoh Nyata: Ketika Psikologi Diabaikan

– Aplikasi e-learning yang membingungkan, membuat mahasiswa enggan belajar

– Sistem reservasi rumah sakit yang teknis tapi membingungkan bagi lansia

– Website pelayanan publik dengan bahasa yang terlalu formal atau menu yang terlalu rumit

Masalah-masalah ini bukan karena kekurangan teknologi, tetapi ketidaktepatan dalam memahami psikologi pengguna.

Mengapa Mahasiswa Sistem Informasi Harus Belajar Psikologi Pengguna?

1. Aplikasi yang Digunakan Adalah Aplikasi yang Dipahami Penggunanya. Desain antarmuka yang mengikuti pola pikir pengguna akan lebih mudah diadopsi. Mahasiswa perlu belajar bagaimana orang berpikir, mengenali pola, dan berinteraksi dengan teknologi.

2. Menghindari Asumsi yang Keliru. Mahasiswa sering merancang sistem berdasarkan cara berpikir teknis, bukan berdasarkan cara berpikir pengguna. Psikologi membantu mematahkan asumsi yang salah dan membuka pemahaman berbasis data perilaku.

3. Meningkatkan Kualitas User Experience (UX). UX bukan hanya soal tampilan (UI), tapi juga tentang kenyamanan mental dan emosional saat menggunakan sistem. Psikologi membantu memahami bagaimana menciptakan pengalaman itu.

4. Desain yang Inklusif dan Aksesibel. Psikologi pengguna memperkenalkan pada konsep perbedaan individu, seperti kemampuan fisik, tingkat literasi digital, hingga perbedaan budaya semua ini penting dalam membuat sistem yang inklusif.

5. Memperkuat Kolaborasi Multidisiplin. Mahasiswa yang memahami psikologi pengguna akan lebih mudah berkolaborasi dengan tim UX, desainer grafis, atau bahkan bagian pemasaran. Mereka tidak hanya bicara “fitur”, tapi juga bicara “pengalaman”.

Di balik setiap baris kode dan fitur canggih, selalu ada manusia sebagai penggunanya. Sebagus apa pun teknologi yang dibangun, jika pengguna tidak bisa memahami atau merasa tidak nyaman menggunakannya, maka sistem tersebut bisa dianggap gagal.

Mahasiswa Sistem Informasi yang ingin menciptakan solusi yang benar-benar digunakan, harus mulai belajar tidak hanya bagaimana sistem bekerja, tetapi juga bagaimana manusia berpikir dan merasa. Di situlah peran penting psikologi pengguna dalam desain sistem yang human-centered.

Penulis: Fujiyama / Foto: Pexels