Surabaya, September 2023 – Selama tiga tahun terakhir, Indonesia telah mengalami penurunan dalam kebutuhan pangan, dengan konsumsi energi perkapita perhari turun dari 1952 kalori pada tahun 2011 menjadi 1853 kalori pada tahun 2012, dan kembali menurun menjadi 1843 kalori pada tahun 2013. Pengeluaran pangan rumah tangga juga mengalami penurunan dari 51,1% pada tahun 2012 menjadi 50,6% pada tahun 2013. Kombinasi dari penurunan konsumsi dan pengeluaran pangan ini telah menghasilkan status ketahanan pangan nasional yang tergolong dalam kategori “kurang pangan”. Ketahanan pangan adalah isu yang semakin kompleks, terutama dengan semakin banyaknya anggota dalam rumah tangga. Hal ini menjadikan rumah tangga sebagai fokus utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan, baik secara nasional maupun di tingkat komunitas dan individu. Salah satu tantangan besar yang masih dihadapi adalah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya memenuhi pangan secara mandiri.
Salah satu solusi yang diusulkan adalah praktik urban farming atau pertanian perkotaan, adalah konsep di mana lahan yang terbatas di perkotaan dimanfaatkan untuk bercocok tanam, sehingga meningkatkan ketersediaan pangan lokal. Mendesaknya pengembangan praktik urban farming ini mendorong tim pengabdian masyarakat dari Institut Teknologi Telkom Surabaya (ITTelkom Surabaya) untuk terjun langsung ke masyarakat. Hasil observasi yang dilakukan di RT09 RW09, Desa Pepelegi, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Jawa Timur mengindikasikan kebutuhan akan praktik urban farming guna meningkatkan ketahanan pangan warga setempat.
Ketua tim pengabdian masyarakat, Rizqa Amelia Zunaidi S.T. M.T., menjelaskan, “Dari survei dan diskusi dengan kelompok masyarakat, masalah utama yang dihadapi adalah pemanfaatan lahan yang kurang efektif terutama lahan kosong yang baru digunakan untuk menanam sayuran tertentu. Sehingga solusi yang diusulkan adalah penggunaan teknologi akuaponik. Akuaponik menggabungkan produksi sayuran dan budidaya ikan dengan memanfaatkan air dari pemeliharaan ikan untuk pertumbuhan tanaman dan sebaliknya. Meski memberikan hasil yang positif, akuaponik juga menghasilkan sampah organik yang perlu dikelola dengan baik.”
Beranggotakan 3 dosen yakni Rizqa Amelia Zunaidi S.T. M.T. (dosen Teknik Industri), Aulia Rahma Annisa S.ST., M.T. (dosen Teknik Komputer), Lora Khaula Amifia S.Pd., M.Eng (dosen Teknik Elektro) serta tiga mahasiswa: Muhamad Daffa Romadhoni, Yashmine Mela Ardianto, dan Yosefan Alfeus Bayuaji. Kegiatan mereka di Desa Pepelegi ini berfokus pada meningkatkan kompetensi masyarakat setempat melalui penggunaan teknologi akuaponik dan pengelolaan sampah organik menjadi pupuk kompos.
Pengelolaan sampah organik juga menjadi salah satu aspek penting dalam upaya ini. Pada tahun 2020, jumlah sampah di Sidoarjo mencapai 396.476 ton, dengan mayoritas berasal dari sampah rumah tangga. Sampah organik dan plastik menjadi komponen utama, dan tingkat daur ulang hanya mencapai 19%. Oleh karena itu, pengelolaan sampah yang lebih efektif menjadi isu strategis yang harus diatasi.
Dengan fokus pada urban farming dan pengelolaan sampah organik, masyarakat di RT09 RW09, Desa Pepelegi, berupaya menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan memberdayakan. Melalui pengabdian masyarakat dan penerapan solusi-solusi berkelanjutan dimana pada Minggu 3 September 2023, penyerahan inovasi hidroponik dan aquaponik serta alat pengelolaan sampah rumput kering diselenggarakan dengan dihadiri oleh ketua rw dan rt serta warga Desa Pepelegi, Kecamatan Waru, Sidoarjo.
Heri Setyo selaku ketua rw, menyambut baik inisiatif ini dengan mengatakan, “Inovasi yang bermanfaat sekali dari ITTelkom Surabaya dimana kami sangat mengapresiasinya. Dari inovasi ini kita tahu bagaimana lingkungan kecil dapat diolah secara maksimal bahkan bisa menghasilkan passive income. Jadi bapak ibu tidak perlu lagi membayar iuran RT RW.”
Rizka Amalia Zunaidi, selaku ketua tim pengabdian masyarakat, menegaskan, “Tidak hanya pelatihan untuk instalasi aquaponik dan hidroponik yang digabungkan dengan peternakan ikan. Namun juga permasalahan sampah rumput kering yang bisa diolah menjadi pupuk kompos dan dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar.”
Praktik urban farming dan pengelolaan sampah organik di Desa Pepelegi menjadi bukti konkret bagaimana upaya bersama masyarakat, perguruan tinggi, dan pemerintah dapat menghadapi tantangan ketahanan pangan dan lingkungan, serta memberikan dampak positif pada kehidupan sehari-hari warga.